Mengapa perlakuan Allah SWT selalu benar

http://4.bp.blogspot.com/-tgYIauwkpB8/URRmD3RiDkI/AAAAAAAAAlk/2rsIZX7MD9Y/s1600/sufism.jpg
Membicarakan mengenai tenteng perbuatan Allah ,sebenarnya tidak terlepas dengan memahami tauhid dalam islam.Dalam islam sendiri perbuatan Allah itu diartikan sebagai af al Allah.Kalangan sufi biasa menggunakan pemandangn mengenai af al Allah ini. Pemandangan mengenai atau menyaksikan bahwa semua apapun yang terjadi adalah perbuatan/af al Allah.Dalam memandang kita harus benar-benar melatih sampai pada keyakinan bahwa perbuatan Allah dan mahklukNya tidak bercampur aduk,jika telah yakin benar dalam memandang af al Allah maka bisa dikatakan orang ini mampu menguasai tauhidul af al Allah SWT.
Tetapi apa yang terjadi jika ada beberapa kalangan yang menganggap bahwa ,jika semua ini perbuatan Allah,berarti Allah itu salah karena Dia tidak hanya berbuat baik tetapi juga berbuat salah yang ditimpakan atau dilahirkan ke manusia.Dalam hal ini perlu di garis bawahi tentang perbuatan Allah yang salah tadi dalam kalimat.
Kita semua tahu bahwa Allah SWT itu Maha Kuasa atas segala sesuatu,Dia juga menciptakan segala sesuatu,Dia juga yang menciptakn benar dan salah,tetapi bukan berarti Allah itu berbuat salah.Anggapan seperti inilah yang sangat membahayakan jika seseorang yang baru tahu sedikit mengenai islam lalu mudah mengambilkeputusan dengan daya nalarnya tanpa diambil melalui bimbingan seorang guru atau pengalaman.
Allah memang berbuat dan menciptakan salah tetapi Allah tempatkan salah itu pada diri manusia.Tetapi bukan berarti jika Allah berbuat salah lalu Allah dikenai hukum salah.Apapun yang diperbuaat Allah entah itu benar atau salah pada hakikatnya adalah benar.Mengapa?.Sebab hukum benar dan salah itu ciptaan Allah SWT.Jika allah disalahkan seseorang karena perbuatannya yang melahirkan salah di diri manusia berarti Allah tidak Maha Kuasa.Atau dalam kata lain Allah Terkena hukumNya sendiri,sungguh perumpamaan ini sangat tidak baik sekali.Maha Suci Engkau Ya Allah!!!.
Cobalah untuk merenung dan berpikir sejenak jika anda belum benar-benar paham,dahulu sebelum Allah ciptakan hukum benar dan salah kan tiadak ada hukum satupun. lalu untuk yang pertama kalinya Allah berfirman Jadilah maka jadilah maka hukum yang awal muncul ketika itu adalah benarbukan salah.Sebab kesalahan belum diciptakan oleh Allah.Coba anda bayangkan ketika Allah berfirman Jadilah untuk yang pertamakalinya langsung dikenakan hukum salah, berarti hukum salah itu sudah ada dan Hukum itu menguasaiNya,sungguh perumpamaan yang buruk.Maha Suci Engkau Ya Allah!!.Padahal sebelum Allah berfirman Kun /Jadilah kan,, belum ada apa-apa.
Maha Suci Allah dari segala yang diumpamakan tadi.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.!!

Kontroversial pandangan terhadap Ibnu Arabi


Menurut pengakuan Ibnu arabi, kitab fusus Al- Hikam merupakanpemberian Nabi Muhammad saw kepadanya melalui mimpi. Dalam mimpi tersebut Nabi Muhammad saw mengatakan ini kitab fusus Al Hikam , ambil dan sebarkan kepada umat manusia agar mereka mengambil manfaat. Dalam pengakuannya juga, Ibnu Arabi tidak pernah menulis yang mempunyai suatu maksud yang tertata, sebagaimana penulis-penulis lainnya pada umumnya. Penulisannya berdasarkan kilatan cahaya dari ilha Ilahi yang telah mendekatinya.Kalau karyanya dengan jelas menunjukkan suatu komposisi, hal ini sesuatu yang tidak sengaja. Dengan ilha Ilahi dan pengalaman ini, keyakinan Ibnu Arabi kepada Allah swt semakin bertambah mantap.

Dengan melihat tamsil atau gambaran yang dituliskan Ibnu Arabi dalam kitab fusus Al hikam sebagai bentuk bangunan pandangan Ibnu Arabi tentang whdatul wujud atau manunggaling kawulo gusti. Banyak juga yang menilai bahwa Ibnu Arabi sebenarnya sedang membangun pandangannya dengan mengambil/meminjam perangkat-perangkat agama yang sudah mapan.

Dengan pandangannya itu sudah menjadi cirri khas Ibnu arabi di hamper semua karyanya selalu menampilkan gagasan keagamaan yang tidak lazim. Karenanya, selama perjalanan hidupnya sering kali Ibnu Arabi mendapat perlawanan dan kecaman dari berbagai kalangan, terutama kelompok kaum fuqaha dan ahli hadist yang terkenal literalis dan formalis, ini disebabkan karena teori tentang wahdatul wujud yang dianggap condong pada panteisme.

Phanteisme ialah kepercayaan bahwwa Tuha menjelma dimana-mana, bahwa segala yang wujud di ala m ini adalah perwujudannya .Sedagkan manunggaling kawula gusti secara literal berarti menyatu Hamba dan Tuhan.

Predikat negative yang melekat pada Ibnu arabi sehubugan dengan pandangan wahdatul wujud kian menguat setelah mendapat kritikan tajam dari Ibnu Taimiyah(w.728H/1328M).Menurut Ibnu Taimiyah wahdatul wujud bukanlah tauhid, melainkan panteisme terselubung yang mengingkari eksistensi Tuhan karena menganggap Tuhan ada di mana-mana dan menganggap alam semesta (termasuk-manusia)sebagai manifestasinya:ma tsama mawjud illa hadzal-‘alam Al-masyhud, yang artinya:tiada yang maujud kecuali alam yang disaksikan ini. Inti paham ini, tegasnya, mengidentikkan wujud Tuahn dengan wujud swgala yang ada:anna wujudal-ka’inat huwa ‘aynu wujudillah, yang artinya:Sesungguhnya wujud ala mini adalah kenyataan wujud Allah.

Ibnu Taimiyah tidak asal tuduh, beliau terkenal pemberani, jujur, dan bernalar tajam, sebagai bukti tuduhannya juga di tunjukkna yaitu:

Pada pembukaan kitab Al-Futuhat Al-Makkiyah yang berbunyi:
Tuhan adalah benar –nyata , tetapi hamba juga benar nyata.
Pertanyaan Ibnu Taimiyah:
  • Lantas siapa yang dibebani kewajiban?
  • Jika engkau katakana hamba, Dialah Tuhan.Tapi jika engkau katakan Tuhan, mengapa pula dibebani kewajiban?
Kitab Fusus Al-Hikam menyatakan:
  • Subhana man azh-hara al-asy-ya’a wa huwa ‘aynuha (Mahasuci Allah yang mewujudkan segala sesuatu dan menjadi esensi-Nya)
  • Sang kebenaran adalah Pencipta perspektif ini maka oahamilah, akan tetapi juga bukan ciptaan dari perspektif itu maka inagtlah!.

Dasar pernyataan Ibnu Arabi yaitu:surah Qaf ayat 16: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadannya dari pada urat lehernya.(Qs. Qaaf, 50:16).

Ibnu Taimiyah dan ulama tafsir seperti imam Al-Biqa’i(w.885H/1480M) dalam tafsirnya Nazhmu Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa as-suwar, Imam Al-Qurtubi (w.617H/1273M) dalam tafsirnya Al=Jami’ li-Alkamil-Quran pendapatnya :”Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” itu sebagai pernyataan figurative metaforis dan ini hanya merupakan perumpamaan kedekatan (hadza matsal fi farth Al-qurb).

Ungkapan-ungkapan.pernyataan uang pernah dikeluarkan pleh Ibnu Arabi beralasan, letak perbedaannya hanya terletak pada penafsiran dengan orang-orang yang menentangnya, contohnya:
Dalam kitab Futuhat Al- Makkiyah ketika ia menguraikan isi kandungan ayat Al-Mujaadilah ayat 7:
Tidakkah kamu perhatikan ,bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang dilangit dan di bumi?
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang ,melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada(pembicaraan antara)lima orang, melainkan Dialah keenamnya.dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telahmereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(Qs. Al-Mujaadilah, 58:7).

IbnuArabi, seorang pembaca yang cermat, dapat dengan mudah mengkap bahwa maksud ungkapan “wa la adna min dzalika”adalah dua orang, sedangkan “wa la aktsara”berarti tujuh orang atau lebih.

Ibnu Arabi kemudian mengajukan pertanyaan :
  • Kenapa di ayat tersebut dikatakan, jika ada tiga individu maka Allah adalah yang keempatnya, dan jika ada lima maka Allah yang keenam?
  • Kenapa bukan, Jika ada empat maka dia kelimanya, ataupun jika ada enam maka Dia ketujuhnya?
Jawabannya(lanjutnya) Ibnu Arabi: adalah karena Allah hendak menegaskan keesaan-Nya (annahu yuridu al-ifrad(, bahwa Dialah yang berdiri sendiri, yang wujudnya diperlukan namun tidak memerlukan yang lain. Dalam setiap jumlah tersebut Allah menjadi penggenap akan tetapi tidak termasuk didalamnya (yasyfa’uha(ya’ni an-najwa)bima laysa minha).

Dengan begitu….

Tambah Ibnu Arabi, Allah juga menunjukkan status keberadaanNya. Maksudnya, tak seorangpun dapat berdiri sendiri melainkan dengan wujudnya, digenapkan oleh Al Haq, karena ketunggalan Nya dan Ke EsaanNya semata. Hatta la takuna Al-ahadiyatu illa lahu yang artinya:sehingga tidak ada keesaan kecuali bagiNya.

Oleh karena mahluk mustahil dapat menggenapkan Nya, tetapi sebaliknya Dia yang menggenapkan mahluk, firman Allah ta’ala:
Wahuwa ma’akum aina maa kunntum
Ibnu Arabi kemudian mengajukan pertanyaan lagi:
  • mengapa bukan sebaliknya?
  • Mengapa Allah tidak mengatakan :wa antum ma’a Hu aynamakana(dan kalian bersama Nya dimana saja Dia berada)?
Jawabannya(lanjutnya) Ibnu Arabi: karena mustahil bagi mahluk dapat kita(fa-ya’lamu subhanahu kayfa yash-habuna wa la na’rifu kayfa nash – habuHu).

Dasar pernyataan Ibnu Arabi juga ada.
Singkatnya, tafsir dari surah Al-Hadiid ayat 4, menurut Ibnu Arabi ialah: Kebesertaan hanya mungkin bagi Nya, tetapi mustahil bagi kita(fa Al-ma’iyyah lahu tsabitah fina, manfiyyah ‘anna fihi).
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa:Kemudian Dia bersemayam di atas arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada Nya. Dan Dia bersam kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah MahaMelihat apa yang kamu kerjakan(QS.Al-Hadiid,57:4).

Ibnu Taimiyah dan beberapa ulam tafsir ber[endapat :Ibnu arabi dan pengikutnya tergelincir ketika menafsirkan/memahami ayat ini

Disini Tampak ambivalensi/dualisme Ibnu Arabi. Disatu sisi terkesan menganut panteisme dan di sisi lain terkesan menolaknya. Namun, sikap mendua Ibnu Arabi ini juga ditangkap oleh Ibnu Taimiyah.
Dan Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa Ibnu Arabi lebih dekat ke Islam dari pada panteisme.
Keraguan Ibnu Taimiyah pada akhirnya terjawab setelah bertemu dengan Taqyuddin Ibnu Athoilah As-Sakandari Asy-Syadzily disebuah masjid di kairo, yang menjelaskan makna-makna metafora Ibnu Arabi.
“Kalau begitu yang sesat itu adalah pandanagn pengikut Ibnu Arabi yang tidak memahami makna sebenarnya “,komentar Ibnu Taimiyah.

Catatan :Jika pembaca bingung dengan penjelasan artikel ini silahkan dipelajari dahulu sifa 20.
Sumber :WUJUD
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Shalat sunat witir termasuk sebagian dari shalat rawatib karena itu shalat witir lebih utama dari shalat sunat yang lainnya karena diterangkan di dalam hadis: اِنَّ الله َ اَمَرَ كُمْ بِصَلاَهٍِ هِيَ خَيْرُ لَكُمْ مِنْ خُمُرِ النِّعَمِ وَهِيَ الْوِتْرُ “Allah telah menganugerahkan kamu suatu shalat yang lebih baik bagi kamu dari menyedekahkan beberapa ekor unta, yang lebih baik ialah shalat witir” (HR. Turmuzi dan Hakim dari Kharijah bin Hazafah). Sekurang-kurangnya jumlah rakaat shalat witir satu rakaat, dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat dan antara satu dan sebelas rakaat itulah yang pertengahan.Dan shalat witir hanya dikerjakan ganjil rakaatnya,tiga rakaat,lima rakaat,tujuh rakaat, atau Sembilan rakaat.Kalau shalat witir dikerjakan genap umpamanya empat rakaat atau delapan rakaat tidaklah terhitung shalat sunat witir, tetapi berubah menjadi shalat sunat yang lainnya dan tidak mendapat pahala seperti shalat witir,tetapi mendapat pahala seperti shalat sunat lainnya.Inilah yang dinaskan oleh Syekhul Islam di dalam kitab “Syarah Raudah”,Syekh Ibnu Hajan di dalam kitabnya “Fathul Jawad” yang berbeda dengan yang ditulis oleh Syekh Ibnu Hajar didalam kitabnya “Tuhfah” yang mengatakan diberi pahala sama dengan pahala shalat witir sebagaimana orang yang menggabungkan shalat sunat witir dengan shalat sunat tarawih.Dinamakan witir karena jumlah rakaatnya sebelas. Imam Nawawi berkata di dalam kiitabnya “Ma’mu” sekurang-kurangnya jumlah rakaat shalat witir yang paliangbaik adalah tiga rakaat dan sesudah itu lima rakaat dan sesudah itu tujuh rakaat dan sesudah itu Sembilan rakaat. Kalau shalat sunat witir dikerjakan lebih dari ebelas rakaat maka tidaklah sah shalat witirnya, karena Nabi saw bersabda: مَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَبِخَمْسٍِ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَ بِثَلاَثٍِ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَ بِوَاحِدَةٍِ فَلْيَفْعَلْ “Barang siapa yang ingin mengerjakan witir dengan lima rakaat, maka perbuatlah. Barang siapa yang ingin mengerjakan witir dengan tiga rakaat, maka perbuatlah. Barang siapa yang ingin mengerjakan witir dengan satu rakaat, maka perbuatlah” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasai dari Abi Ayyub). Dalam hadis lain diterangkan: اَوْتِرُوْا بِخَمْسٍِ اَوْسَبْعٍِ اَوْاِحْدٰى عَشَرَفَلَوْزَادَعَلَيْهَا لَمْ يَصِحْ وِتْرُهُ “Kerjakanlah shalat witir lima rakaat, tujuh rakaat, sembilan rakaat atau sebelas rakaat. Maka kalau lebih dari itu, tidaklah sah witirnya” (HR. Daraquthni). Waktu mengerjakan shalt witir adalah antara waktu isya sampai dengan terbit fajar shadik dan kalau dikerjakan shalat sunat witir sebelum waktu isya maka berubah menjadi sunat mutlak.Shalat sunat witir dikerjakansesudah mengerjakan shalat malam dan melambangkan shalat witir sampaiakhirmalam labih baik kalau sudah terbiasa bangun malam.Nabi saw bersabda: اِجْعَلُوا اٰخِرَصَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْراًَ “Jadikanlah shalat witir kamu dari shalat yang terakhir pada waktu malam” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar). Dan kalu tidak terbiasa tengah malam maka shalat witir boleh dikerjakan pada awal malam seperti yang diterangkan oleh Rasulullah: مَنْ خَافَ اَنْ لاَيَقُوْمَ مِنْ اٰخِرِاللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ اَوَّلَهُ وَمَنْ طَمَعَ اَنْ يَقُوْمَ اٰخِرَهُ فَلْيُوْتِرْاٰخِرَاللَّيْلِ “Barang siapa takut tidak terbangun pada tengah malam, maka hendaklah dikerjakan witir pada awal malam. Dan barang siapa yang ingin bangun pada pertengahan malam, hendaklah dikerjakannya witir pada akhir malam” (HR. Muslim dari Jabir). Bagi orang yang mengerjalan shalat witir lebih dari satu rakaat boleh menggabungkannya dalam satu salam pada rakaat terakhir dan boleh dengan dua kali tahyat pada rakaat terakhir, karena kedua cara ini diriwayatkan oleh Muslim dari Rasulullah. Namun dengan satu tahyat lebih afdhal dan menggabungkan dengan dua kali tahyat karena terlepas dan kemiripan dengan shalat magrib.Kalau shalat witir digabungkan menjadi tiga rakaat, tidak boleh disambung melebihi dari dua tahyat dan tidak boleh dikerjakan yang pertama dua tahyat sebelum selesai dua rakaat yang kedua karena yang seperti itu menyalahi dari yang diperbuat oleh Nabi saw. Menceraikan antara dua rakaat dengan salam umpamanya berniat untuk mengerjakan dua rakaat lebih atau dan menggabungkan dalam beberapa rakaat, karena hadis yang menerangkan diceraikan lebih banyak dari yang digabungkan seperti yang diterangkan dalam kitab”Majmu”.Diantaranya hadis yang disepakati bahwa Nabi mengerjakan shalat witir antara isya dan terbit fajar sebanya sebelas rakaat dan member salam pada setiap dua rakaat dan sesudah itu dikerjakannya lagi satu rakaat sesudah itu member salam dan membaca bacaan-bacaan lain. Adapun orang yang melarang menceraikan dan wajib menggabungkan seluruhnya dalam satus alam saja seperti Imam Abu Hanifah dan pendapt ini jelas menyalahi sunnah yang sahih karena itu dapat dikatakan pendapat ini tidak dapat diperpegangi.Sebagian sahabat Syafi;I hanya memakruhkan menggabungkan seluruh rakaatnya dalam satu salam.NAmun sebagian ulama seperti al-Qaffal dan Kadi Husein mengatakan menggabungkan seluruh rakaatnya dijadiakan dalam satu salam membatalkan shalat karena jelas yang seperti itu dilarang karena menyerupai dengan magrib.dan sunat tidak mengulang shalat witir sekalipun shalat tahajud dikerjakan sesudahnya.karena Nabi saw.bersabda: لاَوِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍِ “Tidak ada dua witir dalam satu malam” (HR. Abu Dawud dan Turmuzi dan Thaliq bin Ali – Turmuzi berkata Hadits ini hasan). Kalau shalat sunat witir dikerjakan tiga rakaat maka sunat dibaca sesudah surah Fatihah pada rakaat pertama surah al-Ala,pada rakaat kedua sesudah Fatihah dibaca surah al-Kafirun,pada rakaat ketiga sesudah surah Fatihahmembaca surah al-Ikhlas,al-Falaq, an-Nas.Karena yang sepeti ini telah diriwayatkan Nabi saw. Dalam shalat witir pada bulan Ramadhan disunnatkan berjamaah sekalipun sebelum witir telah dikerjakan shalat tarawih berjamaah atau tidak berjamaah. (Kitab Sabilal Muhtadin 561-565)